WASPADAI BAHAN TAMBAHAN DALAM MAKANAN ANDA
Semakin
maju bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap penyediaan pangan secara
kuantitas dan kualitas besar sekali. Mereka semakin sadar akan mutu
pangan yang dikonsumsi, agar senantiasa sehat kehidupan yang mereka
jalani, maka bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari juga harus
bergizi dan sehat.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang Pangan RI Nomor 7 Tahun 1996, tentang keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi
dan upaya yang diperlukan untuk mencegah kondisi pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
Hingga
kini produsen makanan dalam menjalankan bisnisnya dengan segala
keterbatasannya masih banyak yang mengabaikan aspek higienis dan
kesehatan, sehingga hasil produknya masih beresiko dan berpotensi tinggi
terhadap kontaminasi bakteri, virus penyakit berbahaya atau bahan kimia
berbahaya, begitu juga penggunaan bahan tambahan/aditif berbahaya (yang
tidak boleh dipakai untuk makanan) dan atau bahan tambahan pangan (BTP)
sintetik secara berlebihan. Di banyak tempat, penjaja makanan keliling
atau warung, sekitar sekolah, terminal, pasar bahkan toserba masih
banyak ditemukan makanan-minuman yang mengandung bahan aditif, yang
paling sering dipakai adalah zat pemanis, pengawet, penambah cita rasa
(MSG, essence) dan pewarna buatan.
Penggunaan bahan aditif yang melebihi batas ambang
pemakaian, dapat mengakibatkan penyakit karsinogenik (tumor, kanker).
Hasil survey terakhir FAO, penyebab kematian pertama di dunia adalah
diakibatkan oleh penyakit tumor dan kanker. Pembangunan di bidang
teknologi pangan dan kesehatan, diantaranya menjadikan penduduk
Indonesia sebagai konsumen yang sadar kesehatan dengan pola makan ”sadar
gizi”, bukan ”sadar rasa”. Karena sadar gizi mengarah untuk
memilih/membeli makanan yang menyehatkan, bergizi seimbang sesuai
kebutuhan tubuh, tidak sekedar mengenyangkan perut apalagi hanya
mengutamakan cita rasa saja.
Hasil survey ditemukan kasus
penyakit tekanan darah tinggi banyak dialami oleh masyarakat Asia yang
terbiasa mengkonsumsi garam (Na Cl) dengan kadar tinggi dalam
makanannya, yaitu 7,6 – 8,2 g / hari, padahal kebutuhan tubuh rata-rata
per hari hanya sebesar 2,5 – 3,0 g (jika mengonsumsi 2.500 – 3.000 Kal).
Kehadiran natrium klorida dalam produk-produk makanan ringan (snack)
juga memberi kontribusi jenis makanan yang berlebihan natrium, yang
mungkin menyebabkan hipertensi pada beberapa individu.
Hasil survey yang lain adalah pemakaian zat pewarna dan essence buatan pada makanan-minuman seperti jelly, sari buah, minuman instan, es sirup, cendol, permen, kembang gula (bahasa Jawa: arbanat). Kelompok makanan tersebut juga dicurigai banyak menggunakan zat pemanis buatan sakarin dan siklamat.
Padahal makanan-makanan tersebut amatlah sering dikonsumsi anak-anak
sekolah, terutama usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar, kondisi
demikian amatlah merisaukan.
Penyalahgunaan pemakaian zat
pewarna untuk bahan pangan; misalnya zat pewarna tekstil yang mestinya
digunakan untuk benang, kain dan kulit malah dipakai untuk mewarnai
bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya
residu logam berat dari zat warna tersebut. Munculnya penyalahgunaan
bahan tambahan /aditif pangan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan
masyarakat mengenai zat pewarna untuk makanan, para produsen makanan belum memahami akan bahaya bahan aditif buatan yang digunakan tersebut atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan.
Jika
penggunaan bahan aditif buatan tidak diwaspadai bersama, maka secara
perlahan kondisi kesehatan masyarakat akan menurun (mengakibatkan
berkembangnya penyakit tumor, kanker, gangguan pernapasan, kulit dan
lain-lain) karena mengonsumsi berlebihan, secara terus menerus dan tanpa
pemantauan secara baik. Disinilah masyarakat kampus atau peneliti
dituntut peran aktifnya dalam mencari solusi guna membantu mengatasi
permasalahan yang berkembang di masyarakat kita.
Di negara maju penggunaan zat pewarna alami telah digunakan secara meluas pada makanan seperti
produk daging dan unggas, susu, tepung, roti, minuman, bahkan juga pada
obat-obatan dan kosmetik, karena dinilai lebih aman.
Zat pewarna alami didapat dari hasil pengembangan antara
lain pigmen karotenoid, kurkumin, antosianin dan pigmen lainnya.
Pigmen-pigmen tersebut dapat diperoleh dari jaringan buah, bunga, daun,
batang maupun akar dari kelompok tanaman buah, sayuran dan bunga. Dari
bagian tanaman (hayati laut maupun daratan) tersebut terbukti selain
dapat menyumbangkan pewarna alami juga dapat berfungsi sebagai komponen
yang dapat menangkap radikal bebas (sebagai antioksidan) sehingga dapat
mengurangi resiko tumor dan kanker. Setiap jenis pigmen tersebut
memiliki kelebihan tersendiri, selain sebagai pewarna alami pada produk
makanan-minuman dan produk industri lainnya tapi juga membantu dalam
dunia kesehatan (makanan, minuman, obat/farmasi) dan kosmetik.
Pigmen klorofil (penyumbang warna alami hijau) dapat
diperoleh dari daun pandan betawi/suji, bayam; pigmen antosianin
(penyumbang warna oranye, merah dan keunguan) dapat diperoleh dari bunga
mawar, turi dan kana merah, buah juwet, strawberi, arbei/ murbei, ubi
jalar ungu; pigmen karotenoid (penyumbang warna kuning-oranye-merah)
dapat diperoleh dari buah tomat, wortel, pisang, rumput laut merah dan
coklat.
Indonesia amatlah kaya dengan potensi sumberdaya
alamnya, tinggal bagaimana pemerintah dan para pemerhati makanan sehat
dapat memanfaatkannya secara optimal, kemudian disosialisasikan kepada
produsen (bidang pangan, farmasi dan kosmetik) serta masyarakat secara
luas. Temuan-temuan tersebut sesuai dengan bunyi ayat suci orang Islam
yaitu Al-Qur’an QS 35 ayat 27 : ”Tidakkah kamu memperhatikan bahwa Alloh menurunkan hujan dari langit, lalu dengan air itu Kami mengeluarkan buah-buahan/ bunga yang beraneka warna
?”, dan QS Asy-Syu’araa/26 ayat 69 : “Dari perut lebah keluar minuman
(madu, sebagai sari bunga) bermacam-macam warnanya, yang di dalamnya
terdapat obat bagi manusia”.
Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki bila makanan yang dikonsumsi beragam. Tiap-tiap
jenis makanan mempunyai sifat-sifat inderawi seperti cita rasa,
tekstur, dan bau, juga mempunyai sifat-sifat kimiawi seperti komposisi
zat gizi maupun daya cerna serta manfaat bagi tubuh yang berbeda-beda.
Tidak ada satu jenis makanan yang secara tunggal dapat memenuhi
kebutuhan manusia akan zat gizi, oleh karenanya perlu dikonsumsi secara
bersamaan agar meningkatkan kandungan gizi dan kualitas pigmen yang
saling melengkapi dalam menjaga kesehatan tubuh manusia.